Thursday 10 September 2009

Soft Shadow Maping untuk Cahaya Linier

Bayangan, baik umbra maupun penumbra, yang dihasilkan oleh sumber cahaya merupakan efek visual yang sangat penting untuk menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Pada aplikasi interaktif, perhitungan bayangan biasanya dilakukan dengan menggunakan algoritma shadow volume (volume bayangan) dan shadow map (peta bayangan). Banyak metode untuk menetukan soft shadows, tapi metode-metode tersebut membutuhkan banyak sampel, dengan demikian memperpanjang waktu rendering. Shadow map merupakan cara yang efisien untuk menghasilkan bayangan yang realistik.

Dalam artikel ini, kami menjelaskan tentang algoritma shadow map yang dapat me-render soft shadows untuk sumber cahaya linier dengan jumlah sampel yang sedikit. Algoritma ini sangat cocok untuk software dan hardware rendering.

Introduction

Bayangan bisa diartikan sebagai bagian gelap dari benda yang diterangi. Bayangan merupakan bagian penting dalam realisasi grafik tiga dimensi. Bayangan memberikan banyak informasi tidak hanya tentang objek pada sebuah gambar, seperti bentuk, bahan, dan lokasi objek namun juga tentang sumber cahaya itu sendiri. Sehingga, tidak mengherankan jika banyak penelitian dalam bidang komputer grafis mengenai penggunaan bayangan didalam sebuah aplikasi interaktif.

Bayangan terdiri dari dua bagian, yaitu umbra yang merupakan bagian inti yang sepenuhnya dalam bayangan dan penumbra yang merupakan bagian yang mengelilingi umbra. Pada algoritma soft shadow menampilkan bagian penumbra yang mengelilingi umbra sehingga menampilkan model yang lebih realistis.

Terdapat dua algoritma untuk aplikasi interaktif. Yang pertama adalah shadow volume merupakan metode ruang-objek dan kedua adalah shadow map yang merupakan algoritma yang berdasarkan pendekatan sampel. Kedua teknik memiliki kelebihan dan kekurangan kelebihan masing-masing. Contohnya, algoritma shadow volume relatif lebih stabil, algoritma ini memiliki jumlah batas poligon yang banyak sehingga meningkatkan kompleksitas geometris. Sedangkan algoritma shadow map memiliki tingkat kompleksitas geometris yang lebih rendah, namun masalah sering terjadi.

Related work

Generation dan Rendering grafik realistic tiga-dimensi bergantung pada banyaknya bayangan yang terpisah. Teknik shadow digunakan begantung pada tipe aplikasinya. Dalam sebuah paper oleh Ahokas, didiskusikan algoritma shadow maping tradisional jauh sebelum adanya algoritma shadow map yang baru dan dikembangkan dengan menggunakan aplikasi saat ini. Shadow map tradisional berbasis pada algoritma Z-buffer visibility interface yang dibangun dengan menggunakan depth maps sebagai informasi untuk perhitungan bayangan. Masalah terbesar pada algoritma ini adalah kuantisasi dan noise, yang keduanya terbentuk akibat depth maps dan sampling. Masalah depth maps dapat diminimalkan dengan menggunakan stochastic sampling dan masalah sampling memiliki kemungkinan solusi seperti memasukkan tags objek kedalam nilai-nilai yang rendah.
Untuk mengeliminasi kuantisasi dan noise, beberapa peneliti menggunakan analisis geometri pada gambar untuk mencari area dari gambar yang tampak sebagai sumber pencahayaan. Sumber cahaya secara keseluruhan disamarkan (umbra), dan beberapa bagian sumber cahaya ditampakan (penumbra). Metode ini bekerja pada ruang objek diskontinyu dalam iluminasi objek dan dengan proses proyeksi gambar kedalam sumber cahaya, atau dengan metode terbaru yaitu deteksi titik-titik tunggal dan garis-garis pada sumber cahanya Oulette and Fiume.

Setelah masalah diskontinyu dianalisis secara geometri, bayangan sesungguhnya dari masing-masing titik dapat di analisis, atau menggunakan metode sampling lagi. Garis diskontinyu yang sering muncul dan proyeksi bagian belakang merupakan compleksitas yang cukup besar, sehingga menyebabkan pendekatan yang tidak sesuai untuk aplikasi interaktif. Baru-baru ini, ada beberapa penelitian yang dilakukan oleh Parker dan lainnya dalam manipulasi bayangan geometri dan pengasumsian sebuah titik sumber cahaya sebagai penaksiran penumbra. Penelitian ini tidak menghasilkan solusi yang jelas untuk penumbra, tetapi hasil penaksiran tersebut merupakan visualisasi yang berkualitas tinggi. Sama halnya dengan penelitian kami dalam percobaan membuat soft shadow berkualitas tinggi dengan sangat sedikit sampel cahaya.

Dalam area komputer grafik interaktif, kita sering melihat tujuan special dari algoritma yang cukup memadai untuk situasi yang sangat spesifik seperti proyeksi geometri, dimana hanya bekerja pada bayangan tambahan. Seperti halnya dengan metode ini, ada beberapa penelitian baru-baru ini yang bertolak pada generating shadow yang berbasis pada tampilan gambar, contohnya pada penelitian.

Diantara dua tujuan umum algoritma untuk pengaruh bayangan kami menemukan metode ukuran ruang objek dari bayangan. Variasi dari algoritma grafik perangkat keras menggunakan penyimpanan material (stencil buffer) mempunyai telah dikembangkan oleh Diefench dan Badler. Untuk mengurangi kompleksitas ukuran bayangan, McColl mengenerisasikan ukuran bayangan dari gambar kurang tajam. Dia menggunakan algoritma edge detection untuk menghasilkan diskontinyuitas kedalam peta kedalaman, yang kemudian bereaksi sebagai boundary polygons dari sebuah ukuran bayangan. Dalam artikel ini kami juga menggunakan edge detection dalam shadow map untuk menghasilkan diskontinuitas.


Komentar :

ada 0 comments ke “Soft Shadow Maping untuk Cahaya Linier”

Post a Comment

 

Development by Sigit Widiyanto '@2009'